KEPRIBETTER.COM, Depok – Pemberian uang menjelang pilkada, masih menjadi ancaman kerawanan politik di pilkada Kota Depok, Jawa Barat.
Direktur Eksekutif Urban Policy, Nurfahmi Islami Kaffah menjelaskan sedikitnya ada tiga faktor yang membuka kemungkinan diterimanya politik uang dalam pilkada Depok.
“Pertama adalah faktor kesenjangan informasi dan pengenalan pasangan calon, baik oleh penyelenggara maupun peserta Pilkada. Kedua adalah faktor kondisi ekonomi atas dampak Covid-19 dan pragmatisme pemilih, sehingga menjadi celah bagi oknum tim kandidat untuk memanfaatkan situasi tersebut. Ketiga adalah faktor lemahnya pengawasan dan pemantauan pemilu sehingga politik uang masih bisa terjadi di kota Depok,” ujar Nurfahmi, dalam rilis yang diterima, Selasa (8/12/20).
Riset yang dilakukan Urban Policy dilakukan pada tanggal 23-27 November 2020 menggunakan metode multistage proporsional random sampling dengan melibatkan 800 responden dari 11 Kecamatan di Kota Depok dan margin error sebesar 3,5.
Menunjukkan bahwa sebanyak 26,5% responden warga Depok mengaku bisa menerima dan akan terpengaruh oleh politik uang. Bahkan, dari 26,5% responden yang mengaku terpengaruh politik uang, 46.5% memilih akan menerima jika diatas Rp 500 ribu, 17,5% responden menyatakan akan menerima diantara Rp 200 Ribu – Rp 500 Ribu. 9% Responden akan menerima jika diberikan antara Rp 50 ribu – Rp 100 ribu dan 26,8% nya akan bisa menerima dibawah Rp 50 Ribu.
Ia menambahkan, hal itu tentu mengindikasikan bahwa di masa tenang ini, justru tugas penyelenggara pilkada baik KPU maupun Bawaslu Kota Depok semakin berat, utamanya untuk membendung politik uang dan potensi tindak pidana pemilu lainnya, sosialisasi sanksi politik uang dan penegakan hukum bagi pelaku politik uang juga harus dikedepankan secara objektif, agar tidak menciderai kualitas demokrasi di Kota Depok.
“Masyarakat adalah faktor kunci yang menentukan kualitas pilkada Kota Depok, peran masyarakat sangat penting untuk membendung politik uang,” ujarnya.
Penulis: Tata