Penulis:
1. Kevin Ananta Ramadhani
2. Kelvin Lie
3. Syarla Audini Saqina
4. John Wilson
5. Ricky Novendo
6. Idha Berti
Teknologi yang ada pada era modern kini sangat memudahkan manusia dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada dasarnya, kebutuhan sehari-hari manusia sangat bervariasi dan kompleks, seperti transportasi, nutrisi, hingga hiburan. Pemenuhan kebutuhan hiburan dapat dilakukan melalui berbagai macam aktivitas yang disesuaikan pada pribadi manusia, salah satunya adalah menonton film. Kini, menonton film tidak hanya terbatas pada TV ataupun bioskop, tetapi dapat juga diakses melalui media streaming online, seperti Netflix, Disney Plus, Viu, dan WeTV. Mengakses film melalui platform online tersebut tergolong mudah karena dapat dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja dibandingkan dengan media streaming offline. Hal tersebut membuat preferensi masyarakat beralih dari media streaming offline ke online sehingga popularitas media streaming online cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Peningkatan tersebut ternyata tidak selamanya memberikan dampak positif pada perkembangan industri perfilman, tetapi juga memberikan dampak negatif, salah satunya adalah peningkatan angka pembajakan film. Tindakan tersebut pada belakangan waktu kerap kali ditemukan pada film-film blockbuster dari Marvel dan Disney karena memiliki potensi penonton yang tinggi. Pembajakan film pada dasarnya merugikan pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan film dari segi ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan langkah yang tepat untuk mengurangi tingkat pembajakan film sebagai bentuk perwujudan penggunaan internet sehat dan aman.
Berdasarkan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC), pembajakan adalah tindakan menggandakan suatu ciptaan dan mendistribusikan hasil penggandaan tersebut kepada umum untuk memperoleh keuntungan secara ekonomi. Dalam peraturan yang sama, film digolongkan sebagai karya sinematografi yang dilindungi sebagai suatu bentuk ciptaan. Pembajakan film atau yang kerap disebut dengan movie piracy merupakan pelanggaran terhadap hak cipta dari pemegang hak cipta, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan film, seperti scriptwriter, produser, aktor, cameraman, dan lainnya. Pembajakan film melanggar hak ekonomi yang terkandung dalam hak cipta karena tindakan tersebut bertujuan untuk meraup keuntungan ekonomi.
Pembajakan film umumnya terbagi menjadi tiga jenis. Pertama, yaitu pembajakan sederhana. Pembajakan jenis ini dilakukan dengan membuat duplikat dari suatu rekaman asli dan memperdagangkannya tanpa seizin produser. Rekaman tersebut dikemas sebaik mungkin hingga terlihat tidak sama dengan dengan versi aslinya. Kedua, yaitu rekaman sederhana yang menyertai logo dan merek. Penggunaan logo dan merek adalah untuk mendapat kepercayaan dari masyarakat bahwa produk tersebut asli sehingga pembajak mendapat keuntungan. Ketiga, yaitu penggandaan tanpa izin pencipta. Jenis terakhir ini dapat digolongkan sebagai tindakan pencurian, selain tindakan pembajakan film.
Masifnya penerbitan film di era pandemi membuka peluang bagi media streaming online untuk mendulang keuntungan. Namun, hal tersebut juga membuka lubang yang besar bagi para pembajak film disebabkan oleh meningkatnya permintaan terhadap suatu film. Selain itu, juga disebabkan oleh konsumen film yang mempertimbangkan biaya untuk berlangganan di media resmi secara online. Kedua faktor tersebut membuat tingkat pembajakan film melonjak tinggi di era pandemi. Fenomena ini terbukti melalui data Global MUSO pada Maret 2020 jika dibandingkan dengan Februari 2020. Data tersebut menyatakan bahwa lonjakan pembajakan film tertinggi diduduki oleh Italia dengan angka 66% dan diikuti oleh India di posisi kedua sebesar 63%. Hal tersebut memberikan cerminan bagi dunia akan gentingnya masalah pembajakan film.
Pembajakan film kerap kali ditemui pada situs ilegal yang menyediakan film-film bajakan. Pembajak biasanya mendapatkan film-film tersebut dengan dua metode. Pertama, yaitu merekam langsung pada bioskop. Hasil dari rekaman tersebut cenderung berkualitas rendah dan kabur. Kedua, yaitu memperolehnya dari media streaming online. Hasil yang diperoleh melalui metode yang tersebut lebih berkualitas yang ditunjukkan dengan tampilan film yang lebih jernih. Metode kedua kerap dipakai karena kemudahan dan keamanan dalam memperoleh film dibandingkan metode yang pertama. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan popularitas media tersebut bersifat linear dengan peningkatan angka pembajakan film.
Meninjau maraknya kasus pembajakan film, penggunaan internet yang sehat dan aman dalam hal ini memiliki urgensi yang tinggi untuk diterapkan pada masyarakat. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informasi, penggunaan internet yang sehat dan aman adalah penggunaan yang sesuai dengan etika agar tidak terpengaruh oleh konten negatif dan cyber crime atau kejahatan siber. Konten negatif adalah konten yang mengandung nilai-nilai buruk dalam masyarakat, seperti pornografi dan kekerasan. Sedangkan, kejahatan siber adalah tindakan pada media online yang melanggar norma yang berlaku. Dalam hal ini, tindakan pembajakan film merupakan salah satu bentuk kejahatan siber yang menunjukkan kurangnya penggunaan internet yang sehat dan aman.
Pemberantasan tindakan pembajakan film dinilai perlu dilaksanakan untuk melindungi berbagai kepentingan dalam masyarakat. Pertama, yaitu melindungi pemegang hak cipta. Kepentingan tersebut perlu dilindungi untuk memberikan jaminan hukum bagi para industri kreatif di Indonesia. Kedua, yaitu melindungi kepentingan masyarakat. Hal ini disebabkan pembajakan film menurunkan kepatuhan masyarakat terhadap implementasi nilai dan norma yang ada. Ketiga, yaitu melindungi perekonomian negara. Industri kreatif menduduki posisi yang penting dalam perkembangan ekonomi di Tanah Air. Tingginya angka pembajakan film tentunya berpengaruh pada penurunan pendapatan pada sektor industri kreatif, termasuk investasi asing. Selain itu, citra negara juga dapat menurun akibat tingginya angka kriminalitas dalam industri kreatif.
Meninjau maraknya kasus pembajakan film di Tanah Air, diperlukan tindakan preventif dan represif untuk mengurangi angka tersebut. Tindakan preventif yang dapat dikembangkan adalah dengan meningkatkan perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta film. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan optimalisasi instrumen penegak hukum dalam mengimplementasikan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap tindakan pembajakan film. Selain itu, diperlukan sosialisasi penggunaan internet sehat dan aman dalam masyarakat. Hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat untuk menghindari kejahatan siber dan konten negatif. Selain itu, hal tersebut juga berfungsi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap nilai norma yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya, tindakan represif yang dapat dilakukan adalah dengan memblokir situs-situs ilegal yang menyediakan film bajakan. Hal tersebut berfungsi untuk mengurangi angka pembajakan film yang terus berkembang.
Pembajakan film yang menjadi polemik hangat di tengah berkembangnya teknologi merupakan isu yang perlu diatasi bersama-sama. Tindakan tersebut tidak hanya melanggar hak cipta para pemegang hak cipta film yang diatur dalam UU HC, tetapi juga menurunkan kepatuhan masyarakat terhadap nilai dan norma dan merusak citra serta perekonomian negara. Selain itu, tindakan tersebut juga tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam penggunaan internet sehat dan aman yang merupakan penggaungan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi. Oleh karena itu, diperlukan langkah preventif dan represif dalam memberantas tindakan tersebut sebagai bentuk pemanfaatan internet yang sehat dan aman.
Daftar Pustaka
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Undang-Undang tentang Hak Cipta. UU No. 28 Tahun 2014. LN No. 266 Tahun 2014. TLN No. 5599.
Internet
Budiansyah, Arif. “Web Streaming Film Gratis Serupa IndoXXI, Ini Daftarnya.” https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200117070247-37-130641/web-streaming-film-gratis-serupa-indoxxi-ini-daftarnya. Diakses 22 Mei 2022
Kominfo Kabupaten Ngawi. “Maraknya Pembajakan Film di Era Covid-19.” https://kominfo.ngawikab.go.id/maraknya-pembajakan-film-di-era-covid-19/. Diakses 22 Mei 2022.
Whitten, Sarah. “More People Are Pirating Movies During The Coronavirus Lockdown.” https://www.cnbc.com/2020/04/27/more-people-are-pirating-movies-during-the-coronavirus-lockdown.html. Diakses 22 Mei 2022.
Whitten, Sarah. “Studios are experimenting with film release models. Here’s what that could mean for movie piracy.” https://www.cnbc.com/2021/01/02/studios-experiment-with-release-models-what-that-means-for-film-piracy.html. Diakss 22 Mei 2022.