Ketua FKMTI SK Budiardjo (kiri) bersama anggota Komisi II DPR RI Riyanto (tengah) saat diskusi di Kantor FKMTI, Jakarta. (Foto: Dok FKMTI)
KEPRIBETTER.COM, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Riyanto dari fraksi PDI Perjuangan melakukan kunjungan silaturahmi sekaligus berdiskusi untuk mencari solusi atas persoalan kejahatan pertanahan di Indonesia.
Pada kesempatan itu, Riyanto mengatakan, dirinya secara pribadi mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk mengurai segala persoalan kejahatan pertanahan.
“Harusnya dimulai dari bagaimana merekontrusikan kembali Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Kita tahu dokumen warkah atau alas hak yang disimpan oleh BPN merupakan dokumen yang dikecualikan. Sesuai dengan ketentuan, bahwa yang bisa membuka warkah itu adalah pemilik sertifikat dan aparat penegak hukum,” jelas Riyanto, Kamis (13/1/2022).
Secara konstitusional, Riyanto akan mengusulkan perubahan Pasal 17 Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi publik agar semua terlindungi, baik masyarakat yang menjadi korban maupun investor.
Riyanto mencontohkan kejadian di luar Pulau Jawa, di mana tanah adat dan ulayat secara tiba-tiba muncul sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan oleh BPN.
“Oleh karena itu, apa yang menjadi atensi Presiden Joko Widodo kita dukung bersama dengan hati yang jernih, agar semua terurai,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Gerakan Anti Mafia Tanah tersebut.
Riyanto mengungkapkan, selama ini kasus-kasus sangketa pertanahan yang masuk di BPN dan lembaga aparat penegak hukum berhenti (tidak terselesaikan). “Kalau Pasal 17 Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tidak direkonstruksi maka selamanya akan begini,” ungkapnya.
Riyanto mengajak DPR dan pemerintah untuk bersama-sama mengambil langkah politik merekonstruksi Pasal 17 Undang-Undang nomor 14 tahun 2008, Sehingga akan menimbulkan keadilan.
Sementara itu, Ketua Umum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) SK Budiardjo mengatakan, selama ini informasi di BPN ditutup karena ada Undang-Undang yang mengatur. Oleh karena itu, kata Budiarjo, harus direkonstruksi kembali Pasal 17 Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang informasi yang dikecualikan yakni warkah tanah.
“Yang selama ini terjadi, walaupun pemilik sertifikat tetapi tidak diberikan (warkah) oleh BPN, itu fakta yang ditemui FKMTI. Jadi mereka (BPN) tetap mendalilkan Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 walaupun pemilik sertifikat membutuhkan warkah,” jelas Budiardjo. (Yendri)