KEPRIBETTER.COM, Stockholm – KBRI Stockholm bekerja sama dengan Swedish Indonesian Society (SIS), Adakita Forum dan RUANITA menggelar webinar bertema: Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Sabtu (23/10/2021) yang digelar secara virtual.
Acara ini dibuka resmi oleh Dubes RI untuk Kerajaan Swedia merangkap Republik Latvia, Kamapradipta Isnomo. Dubes Kama antusias terhadap gerakan inisiatif Warga Negara Indonesia (WNI) untuk merespon kasus-kasus KDRT dan masalah hukum lainnya yang terjadi di Swedia dan sekitarnya.
Dia berharap bahwa webinar ini membekali WNI untuk memahami hak-hak hukumnya selama tinggal di luar Indonesia, terutama Swedia.
Pemahaman yang minim tentang KDRT dan kasus-kasus hukum lainnya yang bermunculan di luar Indonesia menjadi keprihatinan Perwakilan Pemerintah RI seperti KBRI Stockholm untuk mencegah dan menangani kasus-kasus tersebut sesuai regulasi dan kebijakan yang terintegrasi. Demikian alasan ini dijelaskan oleh Nada Ahmad selaku moderator acara yang menyebutkan latar belakang penyelenggaraan webinar bertema KDRT ini.
Acara berlangsung selama dua jam yang terbagi menjadi dua sesi, antara lain: Sesi Pertama yang berfokus pada pemaparan instrumen hukum dan kebijakan dan Sesi Kedua berfokus pada pengalaman praktis bersentuhan dengan KDRT di luar Indonesia.
Di sesi pertama, Valentina Ginting, Asisten Deputy bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI menjelaskan tentang regulasi yang ditetapkan Pemerintah Indonesia untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Lebih lanjut, beliau melaporkan terdapat 5.878 kasus kekerasan terhadap perempuan di antaranya 5.944 adalah jumlah korban. Hal ini dihimpun berdasarkan Sistim Informasi Perempuan dan Anak (SIMFONIPPA) pada periode 1 Januari 2021 hingga 14 Oktober 2021. Dari kasus ini 74,5% adalah kasus KDRT. Kerentanan perempuan mengalami kasus kekerasan juga dijelaskan lebih lanjut oleh Achsanul Habib, Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan, Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI.
Bagaimana pun ketidakseteraan relasi dan mispersepsi memahami konstruksi gender membuat kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual terjadi pada siapa saja, tidak hanya pada perempuan. Kemkumham mencatat kasus-kasus hukum yang dilakukan WNI juga terjadi di luar Indonesia seperti kasus pekerja migran di Timur Tengah atau kasus Reynhard Sinaga, mahasiswa yang studi di Inggris.
Negara akan melindungi warganya di mana pun berada, tetapi apakah warga sadar untuk melaporkan keberadaannya? Hal ini disampaikan oleh Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI di Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri. Dia berpendapat WNI di luar Indonesia wajib untuk melaporkan dirinya dalam portal LAPOR DIRI yang akan membantu WNI sewaktu-waktu dalam menangani kasus hukumnya. Di mana pun WNI berada, Kemenlu menghimbau untuk memperbaharui status keberadaannya dengan aplikasi SAFE TRAVEL.
Acara webinar ini juga diperkuat dengan pengalaman praktis, seorang Penyintas KDRT, Rizki Suryani yang pernah mengalami KDRT saat menikahi warga negara asing pada pernikahan pertamanya.
Rizki sendiri kini bermukim di Swedia dan aktif untuk membantu sesama korban KDRT lainnya.
Nada Ahmad, selaku panitia penyelenggara menjelaskan webinar ini bertujuan meningkatkan kesadaran akan informasi KDRT yang benar dan tepat agar WNI tahu bahwa mereka tidak sendirian menghadapi persoalannya.
Acara ini juga memperkenalkan organisasi kemasyarakatan seperti Adakita Forum yang menjadi bagian dari RUANITA untuk memberikan dampingan psikologis terhadap persoalan yang dihadapi WNI di Swedia.
RUANITA – Rumah Aman Kita adalah komunitas Indonesia di luar Indonesia yang mempromosikan isu kesehatan mental, psikoedukasi dan berbagi praktik baik tinggal di laur Indonesia. Komunitas ini didirikan dalam upaya solidaritas sesama WNI yang tinggal di Eropa. Solidaritas ini penting agar kita mampu melewati krisis hidup yang dialami, termasuk kasus KDRT yang akhir-akhir ini mencuat selama terjadinya pandemi Covid-19.