Oleh dr Abang Gozali Hansen
Tiga pekan lagi kita akan memperingati 76 tahun kemerdekaan Indonesia yang amat kita cintai. Berarti lewat tiga perempat abad sudah saatnya kita menyatakan merdeka.
Merdeka maknanya adalah berdaulat yang salah satu maknanya ialah berhak mengatur dan menentukan sendiri segala sesuatu yang dimiliki.
Barangkali seperti seorang pedagang jeruk di pinggir jalan. Ia dengan bebas menyajikan 2 atau 3 tumpukan buah jeruk yang dia klasifikasikan sendiri dan diberi bandrol harga yang berbeda untuk masing-masing tumpukannya. Misalkannya ada yang Rp10 ribu, Rp15 ribu dan Rp20 ribu.
Menengok ke abad-abad yang silam, suatu kisah sering terjadi pada petani tembakau yang sudah bertahun-tahun menanam dan mengolah sendiri hasil panen tembakaunya.
Tiba saatnya calon pembeli dari kota datang, dia adalah saudagar kaki tangan pedagang besar dari negeri seberang. Di hadapan petani yang menawarkan tembakaunya, sang saudagar kota memggenggam, meremas-remas dan mencium tembakau olahan petani itu.
Lalu bak seorang ahli uji citarasa, sang saudagar itu sesukanya memberi penilaian terhadap tembakau petani.
“Tembakaumu kurang bagus, atau tidak bagus,”katanya.
Hanya kadang-kadang saja ia mengatakan lumayan. Dan, sekaligus ia menyebutkan berapa harga yang cocok untuk tembakau petani itu.
Sang petani itu tidak berdaulat atas tembakaunya sendiri. Berbeda dengan pedagang jeruk di pinggir jalan dewasa ini.
Saudaraku, hari ini, ketika kita akan memperingati 76 tahun kemerdekaan, kedaulatan bangsa dan negara Indonesia, kaki tangan pedagang besar dari negeri seberang itu masih banyak bergentayangan, tidak saja di ladang-ladang petani dan di desa-desa tetapi juga pada acara-acara resmi dan bergengsi serta di kantor-kantor eksekutif, tetapi bukan untuk tembakau seperti di tempo dulu, melainkan untuk KOPI.
Selamat menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 76 tahun.