KEPRIBETTER.COM, Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (DPP JPIP) mengatakan, lampu pembasmi kuman UVC antivirus/antibakteri tersebut sangat berbahaya terhadap kesehatan konsumen apabila dipergunakan tidak sesuai dengan petunjuk penggunaan serta aturan teknis penggunaan produk yang baik dan benar.
Menurut Ketua Umum DPP JPIP Lintong Manurung, sebagian dari produk-produk UVC yang dijual dipasar dalam negeri tersebut diragukan manfaatnya sebagai lampu UVC yang efektif untuk membunuh virus dan bakteri, karena produk-produk tersebut dijual tanpa dilengkapi dengan informasi yang jelas dan lengkap mengenai standar produk yang dipergunakan.
Lanjut Lintong, laboratorium dan pengujian yang dilakukan dan informasi yang dibutuhkan sebagai produk alat kesehatan yang berguna.
“Sejak terjadinya pandemic C-19 diseluruh dunia, berbagai produk-produk kesehatan berbasis cahaya lampu seperti lampu UVC yang di claim oleh produsen maupun penjual sebagai peralatan lampu yang mampu dan efektif untuk membunuh virus C-19 dan bakteri sudah banyak dijual dipasaran dalam negeri dengan berbagai type dan merek. Selama Pandemic Covid-19 ini, pasar Indonesia telah dibanjiri oleh produk-produk lampu UVC dengan berbagai type dan merek Ultra Violet C, yang di claim oleh penjual sebagai lampu dapat membunuh virus dan bakteri (Lampu UVC anti virus/bakteri),” ujar Lintog dalam rilsinya, Jumat (25/6/2021).
Berdasarkan hasil survey JPIP, Lintong memaparkan, yang sudah laksanakan dipasar dalam negeri dan kajian bersama dengan Asosiasi Dunia Usaha dan Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LKSM) menemukan fakta sebagian besar produk-produk yang beredar dipasar tidak mencantumkan informasi dan keterangan yang lengkap mengenai tata cara penggunaan produk dan peringatan akan bahaya penggunaan produk UVC.
“Belum ada informasi mengenai lampu UVC yang beredar tersebut layak dan efektif untuk berfungsi sebagai teknologi desinfektan UV untuk memabasmi virus C-19 dan bakteri,”ujarnya.
Lintong menegaskan, lampu UV antivirus/antibacteri yang beredar dipasar tidak mencantumkan sertifikat produk dari negeri asal atau belum memiliki sertifikat kesesuaian (certificate of conformity) dari lembaga uji didalam negeri yang menyatakan bahwa produk yang dijual tersebut sudah sesuai dengan standar produk yang dihasilkan oleh pabrikan di negara asal.
Mengingat lampu UVC anti virus/bakteri tersebut menghasilkan sinar UVC dengan panjang gelombang antara 200 nm -280 nm yang jauh lebih kuat dibandingkankan dengan sinar matahari normal, pemakaiannya dapat mengakibatkan reaksi-rekasi seperti terbakar mata hari pada kulit, merusak retina pada mata dan dapat merugikan kesehatan yang lebih serius apabila terpapar kepada konsumen, maka dalam rangka perlindungan konsumen dibutuhkan pengaturan dan tata cara yang benar dan aman dalam penggunaan produknya.
Demikian juga produk-produk yang dijual dan di claim oleh penjual sebagai lampu UVC tersebut dipasar, harus dapat dibuktikan bahwa lampu UVC tersebut harus efektif dan mampu berfungsi sebagai desinfektan penyebaran virus C-19 diudara, air dan permukaan sebagaimana dapat dijangkau oleh sinar lampu UVC tersebut.
“Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, guna memperoleh produk UVC yang aman penggunaannya dan tersedianya produk UV yang efektif sebagai desinfektan virus C-19 dipasar seluruh Indonesia, kami mengusulkan agar Pemerintah melakukan langkah-langkah dan menetapkan kebijakan guna pengawasan produk lampu UVC ini sebelum timbulnya masalah dan kerugian yang semakin besar dikemudian hari,” imbuh Lintong.
Lintong mengemukakan, agar Presiden Joko Widodo melakukan langkah-langkah dan menetapkan kebijakan yang tegas untuk perlindungan kesehatan dan keamanan konsumen dan menghindari timbulnya masalah yang merugikan konsumen dan perekomian bangsa dikemudian hari.
Menurutnya, Pemerintah agar menetapkan dan melaksanakan pengawasan yang efektif terhadap produk Lampu UVC yang beredar, dengan menetapkan kebijakan dan regulasi pengawasan barang dengan kriteria dan parameter yang tepat.
“Pemerintah agar menetapkan penerapan SNI untuk LED sesuai dengan SNI 62560.2015 yang diberlakukan secara wajib (mandatory). Kebijaksan SNI mandatory Lampu LED kiranya dilanjutkan dengan pengaturan administrative yang tepat oleh Pemerintah, agar importasi lampu LED dapat sehingga industri lampu LED dalam negeri dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, dan menjadi tuan rumah dinegeri sendiri.
“Beredarnya Lampu LED yang tidak memiliki standar tersebut, akan merugikan konsumen karena memproleh produk dengan kwalitas rendah dan mengakibatkan industri LED didalam negeri tidak dapat berkembang karena harus bersaing dengan produk impor, “ujar Lintong. (Ralian)