Penulis:
DR. Eng. Ansarullah Lawi
Alumni Kyushu University,
Department of Intelligent Machinery and System,
Fukuoka – Japan.
(2007 – 2010).
Dosen (Kaprodi) Teknik Industri Universitas Universal.
Sadar atau tidak sadar, kita saat ini telah berada pada era Revolusi Industri ke-4. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai peluang Kota Batam di era ini, pastinya muncul beberapa pertanyaan bagi yang belum awam tentang istilah ini, diantaranya; Apakah yang dimaksud dengan Revolusi Industri? Ada apa saja di generasinya yang ke-4? Apa tantangannya? dan Bagaimana peluang Batam di era ini?
Definisi dan Perkembangan Revolusi Industri
Revolusi bisa diartikan sebagai perubahan drastis secara cepat yang cukup mendasar dalam suatu bidang atau tempat. Sementara istilah Industri merupakan proses membuat, manufaktur atau memproduksi suatu barang atau jasa. Jadi Revolusi Industri adalah perubahan cara membuat atau menghasilkan barang atau jasa secara drastis di mana fenomena ini mulai terjadi di Inggris pada akhir abad ke-18.
Pada waktu itu, beberapa industri mulai memproduksi barang-barang yang semula menggunakan tenaga manusia beralih ke tenaga mesin. Penemuan teknologi baru pada Revolusi Industri mempermudah dan mempercepat kinerja industri, melipatgandakan hasil, dan menghemat biaya.
Revolusi Industri diawali dengan dilakukannya mekanisasi terhadap industri tekstil, pengembangan teknik pembuatan besi dan peningkatan penggunaan batubara. Ekspansi perdagangan turut dikembangkan dengan dibangunnya terusan, perbaikan jalan raya dan rel kereta api.
Adanya peralihan dari perekonomian yang berbasis pertanian ke perekonomian yang berbasis manufaktur menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran dari desa ke kota, dan pada akhirnya menyebabkan membengkaknya populasi di kota-kota besar di Inggris.
Setelah berjalan satu abad, sekitar tahun 1860, Revolusi Industri memasuki fase baru yang berbeda dari apa yang sudah lalu, yang dikenal sebagai Revolusi Industri ke-2. Kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum pada periode itu dengan perkembangan kapal tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad ke-19 terjadi perkembangan mesin pembakaran dalam dan pembangkit tenaga listrik.
Revolusi Industri ke-3 ditandai dengan penggunaan teknik kimia-hayati berbahan bakar atom atau nuklir. Disusul dengan berkembangnya teknologi elektronik dan ditemukannya komputer. Di era ini, komputer personal, dan teknologi informasi mempermudah dan mempercepat kinerja industri. Revolusi industri ke-3 ini juga merupakan fondasi dari revolusi industri ke-4 yang terjadi saat ini.
Revolusi Industri ke-4
Di era revolusi industri ke-4 ini, terjadi fusi berbagai kemuajuan teknologi. Inovasi bergerak cepat dan semua serba terkoneksi. Ini eranya internet of things (IoT), bahkan intenet of everything yang ditandai dengan adanya kecerdasan buatan (artificial intelligence), self-driving car, big data, 3D printing, augmented reality, autonomous robot dan teknologi pintar lainnya.
Apa yang ada di smartphone kita dengan berbagai aplikasinya saat ini, mungkin secanggih mainframe sebuah negara 10 tahun lalu.
Apa yang terjadi ini jelas akan mengubah pola bisnis yang ada secara besar-besaran. Jika dulu orang belanja di mal, kini ada belanja online seperti Bukalapak atau Tokopedia, orang tidak lagi menunggu angkot di jalan, karena ada Gojek atau Uber.
Orang tidak harus punya kantor, karena ada virtual office, sisa kamar di rumah juga bisa disewakan di Airbnb, dan lain sebagainya. Namun untuk Indonesia, ini akan unik. Sebab tidak seperti negara maju, di sini, Revolusi Industri ke-2 dan ke-3 juga sedang berjalan. Kita masih berupaya membangun pabrik, membangun konektivitas, dan lain sebagainya. Di saat yang sama kita juga masuk ke tahapan ke-4. Meski demikian, Indonesia atau Batam khususnya, tetap harus menjawab bisnis model yang berubah ini.
Tantangan menghadapi Revolusi Industri ke-4
Idealnya, tujuan dari Revolusi Industri (atau saat ini disebut juga Revolusi Teknologi Digital) akan dapat memperbaiki kualitas hidup yang lebih produktif, efisien, dan efektif. Tetapi terdapat juga sisi negatif pada revolusi ini di mana merupakan ancaman kalau tidak bisa mengontrolnya, salah satu yang terkait adalah masalah skill tenaga kerja.
Meskipun dalam waktu lima tahun yang akan datang, dimulai dengan saat ini, diperkirakan hanya sepertiga dari skill yang dianggap penting dalam ketenagakerjaan akan berubah secara drastis. Namun, pengembangan Revolusi Teknologi akan mentransformasikan cara kita hidup, cara kita bekerja. Beberapa jenis pekerjaan akan hilang, beberapa pekerjaan yang lain akan berkembang dan jenis pekerjaan yang dulunya atau saat ini tidak ada, akan muncul.
Revolusi Industri ke-4 menapaki semua negara khususnya semua kota-kota di dunia, baik kota besar ataupun kota kecil. Dengan demikian, kota Batam pun harus beradaptasi. Khususnya di Batam yang boleh dikatakan old industri, di mana masih menggunakan keterampilan rendah dan menengah, proses masih kebanyakan analog. Kita mesti mulai menyikapi dengan serius persiapan tenaga kerja handal ke depannya untuk masuk ke industri digital. Karena perlu diingatkan bahwa Revolusi Teknologi ini juga sifatnya disruptif, atau menciptakan pasar baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi yang terdahulu.
Kondisi, Peluang dan Strategi Pemerintah
Batam sebagai salah satu predikat kota Industri di Indonesia memiliki banyak Kawasan Industri (Industrial Park) dan didominasi oleh Industri Manufaktur. Karena yang terbesar, maka inovasi atau kemajuan teknologi pada Revolusi Teknologi dampaknya terasa besar bagi situasi ketenagakerjaan.
Kita tentu masih ingat beberapa perusahaan manufaktur bidang teknologi elektronik asal Jepang seperti Sony, Panasonic, Sanyo yang dulunya sangat perkasa, tutup di Batam. Kejatuhan raksasa-raksasa elektronik Jepang membuka mata bahwa zaman baru sudah berubah. Secara global, korporasi-korporasi Jepang tersebut terpuruk karena kalah bersaing dengan tetangganya, Korea Selatan dan China, yang lebih maju dalam hal teknologi digital.
Setali tiga uang dengan manufaktur elektronik, giliran industri oil & gas, dan perkapalan satu per satu berguguran. Tercatat sampai dengan April, sudah 23 perusahaan tutup untuk tahun 2017, sebagian besar adalah perusahaan pendukung galangan kapal. Pengangguran di Batam mencetak rekor sampai dengan 200.000 orang di kuartal pertama tahun ini.
Terakhir PT McDermott Indonesia Batam dikabarkan merumahkan ratusan karyawannya. Perusahaan besar yang sudah terkenal sejak puluhan tahun di Batam itu dikabarkan tidak lagi mendapatkan proyek.
Berkaca dari kondisi ini, pemerintah tentu saja tidak boleh lambat apalagi diam dalam menyikapi perubahan drastis ini. Sektor Industri manufaktur elektronik, oil & gas, dan perkapalan tidak bisa lagi diandalkan sebagai roda perekonomian di kota Batam.
Sudah semestinya pemerintah kota Batam memiliki strategi khusus atau suatu alternatif industri di era Revolusi Teknologi Digital. Salah satu yang perlu dicermati adalah upaya untuk menyelaraskan strategi pemerintah pusat yang sangat serius dalam menjawab bisnis model yang berubah ini.
Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi berkunjung ke Silicon Valley dan bertemu dengan petinggi perusaahan digital di sana. Pemerintah pusat tentunya ingin menjadikan Indonesia sebagai “Energi Digital Asia” dengan membantu akselerasi dan memberdayakan usaha kecil dan menengah (UKM) berbasis digital economy.
Tindak lanjut dari kunjungan tersebut dapat di lihat dengan adanya rencana Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Sammy Abrijani Pangarepan yang menetapkan Nongsa Digital Park di Batam yang sangat memungkinkan untuk diwujudkan sebagai Silicon Valley nya Indonesia. Tentunya hal ini adalah suatu peluang yang sangat menggembirakan dalam mengembangkan sektor Industri Digital di kota Batam.
Untuk memaksimalkan dukungan fasilitas yang telah ada, maka hal berikut yang juga sangat penting di pertimbangkan pemerintah adalah skill tenaga kerja lokal yang tersedia. Pemeritah kota Batam perlu mempertimbangkan memasukkan pelatihan skill teknologi digital ke depannya.
Kita harus hati-hati. Karena persaingan di era ini juga tidak mudah. Banyak yang ingin masuk ke Indonesia, apalagi di era ASEAN economic community (MEA) seperti saat ini. Belum lagi sifat digital economy yang global di hari pertama: hari ini muncul, hari ini juga sudah masuk ke mana-mana, karena pasarnya juga tak ada batas. Era Revolusi Industri ke-4 ini adalah peluang, kita bisa melesat menjadi negara maju melalui ini. Tapi juga harus waspada, sebab kalau tidak hati-hati bisa sebaliknya: kita hanya menjadi pasar dan penonton saja.
Tak hanya pemerintah dan dunia usaha, pihak akademisi pun sudah semestinya menyambut era ini dengan mempersiapkan tenaga-tenaga terdidik dan trampil yang selaras dengan Revolusi Teknologi Digital saat ini. Institusi pendidikan tinggi, ada baiknya mulai merancang ulang arah pendidikannya, sehingga lulusan yang akan dihasilkan pada lima tahun ke depan sudah “siap” dengan tantangan teknologi yang dihadapi. Lulusan perguruan tinggi nantinya harus faham tentang posisinya di dalam era Revolusi Industri ke-4 dan mampu memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk mengembangkan karier dan pribadinya.
Seorang lulusan perguruan tinggi tidak boleh gagap menghadapi perkembangan teknologi yang semakin cepat, bahkan harus mampu untuk terus belajar agar mampu memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut agar dapat memainkan peran yang lebih baik bagi masyarakat & lingkungan di sekitarnya.
Karena pada akhirnya, teknologi itu hanyalah sebuah hal yang diciptakan untuk memanusiakan manusia; namun hanya manusia jugalah yang mampu memilih apakah akan menjadi hamba atau tuan dari teknologi yang diciptakannya***